It’s never been easy to close my eyes, I mean it takes time for me to fall into sleep even after laying on bed for a while. There’ll always be something keeps popping up inside my head which is too hard to stop. When I was 5 or so, sometimes I pretended to close my eyes when my mother asked me to take a nap. The funny thing is that I pretended it for almost 2 hours because I couldn’t turn my mind off. I still wonder, how can a five-year-old child chose to do such thing instead of just wake up and play or simply sleep easily. After years the symptom hasn’t gone and I still have to follow and go to the place where my mind leads me to before eventually falling asleep. That’s pretty cool actually and releasing sometimes, but it kills so much time that I can spent to do other prior things even to sleep itself. Whenever I sleep with my friends, the last person who closes his eyes is almost always me. I wonder how can they just sleep whenever they want, whereas in the other part of the world I have to struggle passing through such a freaking weird unavoidable obstacle. Fine, I’ll consider it as a lullaby then.
Waldy Setiono
Dropbox Lahir Karena Flashdisk yang Tertinggal
Saat berada di halte dan sedang menunggu bus di Boston, Drew Houston membuka laptopnya untuk menyelesaikan pekerjaannya sambil menunggu bus. Namun saat menghidupkan komputernya, dia baru sadar kalau flashdisk-nya tertinggal di meja kerjanya di rumah. Dia kemudian tetap bekerja dengan membuat kode walaupun dia tidak tahu mau menulis kode tentang apa.
Nah, ternyata dari situ jadilah pondasi yang akhirnya menjadi Dropbox, pelayanan penyimpanan file berbasis awan yang memungkinkan penggunanya untuk mengakses dan membagikan file-file, foto, video lewat hampir semua perangkat komputer atau telepon.
Pada Juni 2007, Houston telah merintis perusahaan dengan teman kuliahnya di MIT, Arash Ferdowsi. Meskipun Houston telah lulus, namun Ferdowsi belum dan memutuskan untuk drop out pada semester-semester akhirnya demi proyek Dropbox ini. Mereka bekerja di sebuah kantor kecil di Cambridge dari siang sampai pagi setiap hari.
Saat ini Dropbox telah memiliki lebih dari setengah miliar pengguna di seluruh dunia dan pendapatannya telah menembus $1 miliar atau lebih dari Rp10 triliun rupiah dengan valuasi sebesar $10 miliar.
If Only They’re Minority
I always try to keep my mind open. It’d never be easy for me to do so. I’m not telling that it’s hard, but the consequences of doing such thing sometimes make me feel so exhausted. People often judge and even blame so many things which in fact don’t break the norm and are not their businesses at all but they keep wasting their time and energy just for the sake of their contentment. In contrary, I always think that if something or someone doesn’t break the norm (rule) or harm other’s businesses then I will tolerate and let them do whatever they want and it doesn’t matter for me. I often face difficulties when I have to explain this idea to those who aren’t open minded and they keep judging and blaming whatever they don’t like. Should we send them to a brand new place which is totally different just to make them minority so they will understand what tolerance is? I think, people who are majority will more likely to behave as much as they want even harm the minority and invasive. However, if they’re minority they will be more tolerant, having more self awareness and respect the diversity. I hope there will be more people in the world who are open minded, tolerant and respect others regardless their appearance, origin, and faith.
I Used to Be…
When I was in kindergarten, there were some friends of mine who always cried not everyday, but very often. One day one cried, on the other day the other cried. They cried as if it was scheduled. I just wondered how could they easily cry when in the same time there was a person like me who couldn’t even feel sad when the same reason which made them cried happened to me even if it was worse. I thought that I was a strong kid. But later when I grew up, a similar case happened in my life. There were several cases here, like when everybody around me teased other people by mentioning their parents’ names to call them instead of their own name, and they just responded it with the same thing so there was no end. There were several others like swearing, saying inappropriate words, and so on. Perhaps I seem to be disadvantaged by not doing the things that others do and I lost many opportunities to be happy by doing such things. Or perhaps I lost my valuable chance to cry as much as I want since crying is one of the most relieving things and now I can’t do it even if I want. Now I know that I didn’t use to be a strong kid, but I was just too lazy to use my energy to do things which have no use, even worsening the condition. Imagine when a kid hurts and bleeds and then he/she cries. Would it be more exhausting than if he/she just keeps silent and conserves his/her energy in order for him/her to recover faster? This consideration was what might be on my mind when I was a kid and I’m proud of it. Hoooray, finally there is one thing that I can be proud of, even if it is weird. Anyway give me applause!
Bagaimana Cara Mengingat 90% dari yang Kamu Pelajari
Dilansir dari lifehack.org.
Lifehack.org Kamu berharap agar mampu belajar lebih cepat? Entah kamu sedang belajar bahasa Spanyol, alat musik baru, olahraga baru, kita dapat memperoleh keuntungan dari cara belajar yang lebih cepat. Tapi masalahnya adalah waktu yang tersedia setiap harinya. Kunci untuk belajar lebih cepat bukan terletak pada banyaknya jumlah jam, namun memaksimalkan keefektifan waktu dalam belajar.
Analogi Ember dan Air
Katakanlah kamu akan mengisi sebuah ember dengan air. Pada umumnya, ember tidak akan mengalami masalah dalam menampung air hingga ember tersebut penuh dan air tumpah.
Namun, kenyataannya ini bukanlah hal yang sama dengan cara kerja otak kita. Faktanya, sebagian besar informasi yang masuk ke dalam otak kita menghilang pada akhirnya. Alih-alih menganggap otak kita sebagai ember yang menampung semuanya, kita seharusnya memperlakukannya seperti seharusnya yaitu seperti ember yang bocor.
Walaupun analogi ember bocor mungkin terdengar seperti memiliki konotasi negatif, ini sebenarnya hal yang normal. Kecuali jika kamu terlahir dengan kemampuan ingatan fotografi, otak kita tidak didesain untuk mengingat setiap fakta, informasi, atau pengalaman yang kita alami dalam kehidupan kita.
Bagaimana Cara Mengingat 90% dari yang Kamu Pelajari
Pengembangan Piramida Belajar pada tahun 1960-an (secara luas dikaitkan dengan Institute NTL di Bethel, Maine) telah menggambarkan bagaimana manusia belajar.
Seperti yang dibuktikan dari penelitian, otak manusia dapat mengingat:
5% dari apa yang mereka pelajari saat diceramahi (di universitas atau di kampus)
10% dari apa yang mereka pelajari saat mereka belajar dari membaca (buku, artikel)
20% dari apa yang mereka pelajari dari audio-visual (aplikasi, video)
30% dari apa yang mereka pelajari saat mereka melihat demonstrasi
50% dari apa yang mereka pelajari saat terlibat dalam diskusi kelompok
75% dari apa yang mereka pelajari saat mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari.
90% dari apa yang mereka pelajari saat mereka mengajarkannya kepada orang lain (langsung mengimplementasikannya).
Namun, bagaimana sebagian besar dari kita belajar?
Buku, pelajaran di kelas, video, metode belajar yang kurang interaktif mengakibatkan 80-90% dari informasi masuk telinga satu dan keluar dari telinga yang lain.
Intinya di sini bahwa alih-alih memaksa otak kita untuk mengingat-ingat lebih banyak informasi dengan metode pasif, kita seharusnya memfokuskan waktu, energy, dan akal kita pada metode “ikut ambil bagian” yang telah terbukti menghasilkan hasil yang lebih efektif dengan waktu yang relatif lebih singkat.
Ini berarti bahwa:
-Jika kamu ingin mempelajari bahasa baru, kamu harus fokus untuk berbicara dengan penutur asli dan memperoleh timbal balik (alih-alih menggunakan aplikasi pada ponsel).
-Jika kamu ingin membentuk tubuhmu, kamu harus berlatih dengan pelatih fitnes pribadi (alih-alih menonton video di Youtube).
-Jika kamu ingin mempelajari alat musik baru, belajarlah kepada guru musik lokal di kotamu.
Pada akhirnya, hal-hal tersebut menuju ke sini.
Waktu atau uang?
Berapa kali kamu mendengar seseorang mengatakan, “Saya tidak punya waktu untuk melakukan X…”
Saya benar-benar merasa bersalah karena saya telah membuat alasan-alasan tentang kurangnya waktu yang saya miliki dalam hidup saya.
Namun waktu ialah equaliser dari semuanya. Tidak peduli siapa kita, di mana kita berada, atau seberapa kita mengusahakan efisiensi, hanya ada 24 jam setiap harinya. Setiap menitnya itu unik dan saat itu berlalu, maka kita tidak dapat mendapatkannya kembali, tidak seperti uang.
“Kamu dapat menunda, namun waktu tidak.”
-Benjamin Franklin
Jadi, jika kita semua memiliki 24 jam dalam satu hari, bagaimana kita menjelaskan cerita sukses dari miliuner-miliuner (dollar) muda yang berawal dari nol, atau pelajar yang berawal dari pemula menjadi fasih dalam percakapan bahasa Spanyol hanya dalam waktu 3,5 bulan? Mereka belajar bagaimana memaksimalkan keefektifan bukan hanya sekadar efisiensi.
Katakanlah si A meluangkan waktu satu jam untuk mempelajari sebuah bahasa dan mempertahankan 90% dari apa yang telah dipelajari. Dan si B meluangkan waktu sembilan jam untuk mempelajarinya dan hanya 10% yang dapat dipertahankan. Secara matematis, si B menghabiskan waktu 9 kali lebih banyak dari si A, hanya untuk mempertahankan informasi yang sama (A: 1*0,9=B:9*0,1).
Angka pastinya dapat diperdebatkan, namun intinya jelas. Cara untuk memiliki lebih banyak waktu bukanlah dengan meraih kemenangan-kemenangan kecil, seperti menonton video tutorial 5 menit dari Youtube alih-alih yang 15 menit, namun dengan kemenangan-kemenangan besar, seperti memilih metode yang paling tepat sedari awal. Atau secara konstan mempercayakan pada alternatif-alternatif kecil, sedangkan berinvestasi pada solusi yang premium sebenarnya dapat menghemat waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
Hal ini mengoptimalkan waktu kita yang terbatas dengan cara fokus pada solusi-solusi dengan pengaruh yang paling besar dan tidak ada toleransi untuk yang lain.
Kemampuan mengingat-ingat ilmu pengetahuan pada zaman akses informasi yang tak terbatas dan banyaknya gangguan untuk tetap fokus adalah suatu keahlian yang baik untuk mencapai tujuan yang kita miliki dengan lebih cepat.
Dengan mempelajari bagaimana cara untuk mengingat lebih banyak informasi setiap harinya, kita dapat menggunakan lebih sedikit dari waktu kita untuk mempelajari kembali pengetahuan lama dan fokus pada memperoleh pengetahuan yang baru.
Kita semua hidup dengan waktu yang terus berjalan, dan hari ini adalah usia dirimu yang termuda dari usia yang akan kamu jalani. Pertanyaannya adalah, bagaimana kamu akan menggunakannya dengan sebaik-baiknya?
Tulisan asli: How To Remember 90% Of Everything You Learn
Ditulis oleh: Sean Kim
Diterjemahkan oleh: Waldst
Telepon Pintar untuk Mendeteksi Anemia
Oleh Will Knight.
MIT Technology Review Sensor dan komputer di dalam telepon pintar (smartphone) biasa digunakan untuk diagnosis dan alat pendeteksi medis portabel berbiaya rendah.
Pada tempat-tempat di mana perlengkapan medis masih belum mencukupi, telepon pintar dapat menjadi alat yang sangat diperlukan.
Sebuah cara baru untuk mendeteksi anemia yakni suatu kondisi yang disebabkan karena kurangnya sel darah merah yang membawa oksigen, menggunakan bayangan dari kamera telepon pintar. Perangkat seperi ini dapat digunakan untuk menyediakan peringatan dini dari suatu penyakit tanpa membutuhkan peralatan mahal atau kunjungan ke rumah sakit.
Para peneliti di Universitas Washington akan menunjukkan teknik sederhana untuk mendeteksi anemia menggunakan sebuah telepon pintar dan sebuah sumber cahaya pada konferensi mendatang bulan ini. Percobaan mereka mengindikasikan tingkat akurasinya menyaingi alat test anemia yang telah disetujui FDA. Teknologi ini dikembangkan di laboratorium Shwetak Patel, seorang profesor dari Departemen Teknik Elektro di universitas tersebut (lihat “Innovators Under 35, 2009: Shwetak Patel”).
Anemia yang dapat disebabkan oleh malnutrisi atau infeksi parasit, adalah hal yang sangat lumrah di negara-negara berkembang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa sekitar dua juta orang di seluruh dunia menderita anemia. Gejala anemia di antaranya seperti pusing, kelelahan, dan sakit kepala berat. Mereka dengan kondisi kronis, seperti anemia sel sabit, perlu untuk diawasi secara konstan, biasanya dengan tes darah yang berulang-ulang.
Profesor Patel sedang mengeksplorasi berbagai macam cara untuk memanfaatkan sensor pada telepon pintar agar tes kesehatan sederhana ini menjadi lebih mudah diakses. Dia juga mengembangkan aplikasi lain yang memanfaatkan mikropon dari perangkat ini untuk mendeteksi nafas seseorang saat mereka tertidur, dan aplikasi lain yang dapat mendeteksi penyakit kuning pada bayi yang baru lahir menggunakan kamera telepon pintar dan kartu referensi berkode warna. Semua sistemnya berjalan pada algoritma machine-learning untuk mengenali gejala-gejala yang terbaca oleh sensor.
Profesor Patel dan rekannya menemukan bahwa kamera pada Nexus 5 dapat mengukur kadar hemoglobin dengan cara menangkap sinar yang telah melewati jari seseorang. Sistem ini merekam video sebagai sinar dari lampu flash, sebuah rangkaian LED kecil tambahan, dan lampu pijar (bohlam) yang menyinari ujung jari. Sistem ini diuji untuk mengenali perubahan warna darah saat mengalir pada jari yang dapat mengindikasi akan adanya kekurangan sel darah merah.
Pada uji coba yang dilakukan terhadap 31 orang yang merupakan kerja sama dengan Rumah Sakit Anak Seattle, ditemukan bahwa sistem baru ini bekerja sebaik tes anemia berbasis LED komersial, Masimo Pronto. Biarpun belum mendekati akurasi dari tes darah konvensional.
Ulrich Timm, seorang profesor dari Universitas Rostock di Jerman yang telah mempelajari penggunaan sistem deteksi berbasis LED untuk mendeteksi hemoglobin, mengatakan bahwa teknologi ini akan memiliki banyak pemanfaatan dan diharapkan mampu bekerja sebaik mungkin. “Sistem semacam ini akan sangat berguna untuk pusat donasi darah atau rumah perawatan.” katanya.”Wanita hamil dapat mengawasi kadar hemoglobinnya tanpa perangkat tambahan.” Namun, Timm juga mempertanyakan akan seberapa akurat pendekatan ini pada praktiknya, mengingat resolusi yang spektral dari sebagian besar kamera telepon pintar.
Caroline Buckee, seorang asisten profesor sekaligus epidemiologis dari Harvard yang mempelajari bagaimana perangkat mobile akan digunakan untuk dunia kesehatan di dunia (lihat “Innovators Under 35, 2013: Caroline Buckee”), mengatakan sistem tersebut lumayan meyakinkan, namun perlu diketahui bahwa tidak selalu sederhana untuk menyebarkan dan memperbesar skala dari solusi semacam itu. Dia pun setuju bahwa tingkat akurasi akan menjadi perhatian utama.
“Ada suatu persoalan yakni penetrasi telepon pintar.” Buckee berujar. “Meskipun penggunaannya akan tetap dimanfaatkan di banyak tempat di mana ada penetrasi telepon pintar yang tinggi dan terdapat banyak penderita anemia, seperti India; komunitas pekerja kesehatan dapat menggunakannya pada wilayah-wilayah tanpa penetrasi telepon pintar yang tinggi di daerah pedalaman di mana banyak orang menderita anemia, seperti Afrika Barat.”
Tulisan asli: How to Make a Smartphone Detect Anemia
Diterjemahkan oleh: Waldst
Berwajah Robot, Bersuara Bidadari?
MIT Technology Review Penggunaan jaringan saraf tiruan oleh DeepMind untuk melakukan sintesis cara bicara pada akhirnya dapat membuat komputer menjadi bersuara layaknya manusia.
Terakhir kali Anda mendengarkan komputer mengubah teks menjadi suara, boleh jadi terdengar kaku. Divisi machine-learning milik Google, DeepMind, telah mengembangkan sebuah sistem yang dapat menyintesis suara menggunakan inteligensia buatan yang mereka perkirakan akan memperbaiki keadaan.
Memiliki komputer yang dapat menghasilkan suara (manusia) bukanlah ide baru. Mungkin pendekatan yang paling umum dan sederhana adalah menggunakan banyak sekali pilihan-pilihan suara yang telah direkam sebelumnya dari suara seseorang. Dalam sebuah teknik yang bernama sintesis concatenative, suara-suara tersebut digabungkan agar diperoleh suara, kata-kata, dan kalimat yang lebih kompleks. Itulah mengapa banyak sekali suara-suara/kata-kata yang dihasilkan komputer acap kali mengalami ketidaktentuan, perubahan aneh pada intonasi, dan pengucapan yang tersendat.
Pendekatan yang lain adalah menggunakan model matematika untuk menghasilkan kembali suara yang dikenali yang kemudian dikumpulkan menjadi kata-kata dan kalimat. Walaupun hasilnya cenderung lebih baik, namun pendekatan yang biasa disebut dengan pendekatan parametric ini menghasilkan suara seperti robot. Pendekatan berikutnya menggabungkan kedua pendekatan sebelumnya dengan cara “menyulam” menjadi satu kesatuan suara, bukannya membuat keseluruhan gelombang audio dari guratan-guratan suara.
Inilah pendekatan yang DeepMind lakukan. Jaringan saraf tiruan konvolusional dari WaveNet didapat dengan cara mengumpankan potongan-potongan suara asli manusia, bersamaan dengan fitur-fitur kebahasaan dan fonetik sehingga dapat diidentifikasi pola yang berhubungan keduanya. Pada penggunaannya, sistem ini difungsikan dengan fitur-fitur baru dari suara yang dihasilkan dari kalimat/tulisan, kemudian sistem membuat gelombang suara awal. Sistem melakukannya secara bertahap, pertama menghasilkan sampel gelombang suara baru kemudian melakukan tahap berikutnya. Pada setiap tahapnya sistem akan memanfaatkan informasi sampel yang telah dibuat untuk kelancaran tahap selanjutnya.
Hasilnya, suara menjadi menawan dan lebih meyakinkan, Anda dapat mendengarkannya sendiri di sini.
Dibandingkan dengan pendekatan concatenative dan parametric, pendekatan ini terdengar lebih seperti suara manusia.
Meskipun begitu, tetap ada yang namanya pengorbanan. Teknik ini membutuhkan tenaga komputasional yang sangat besar. Karena WaveNet harus membuat keseluruhan bentuk gelombang dan harus menggunakan jaringan neuralnya untuk memproses agar dihasilkan 16.000 sampel untuk setiap detik dari audio yang akan dibuat (dan meskipun begitu, suara yang dihasilkan hanya setara dengan kualitas suara yang dikirim melalui panggilan telepon atau VoIP). Menurut seorang sumber dari DeepMind yang mengatakan kepada Financial Times (paywall), kesimpulannya metode ini belum akan digunakan pada produk Google manapun untuk saat ini.
Sudah begitu, hal ini bukanlah satu-satunya masalah kebahasaan yang dihadapi oleh komputer. Menerjemahkan ucapan dan kalimat tertulis juga merupakan hal yang sangat sulit untuk sistem inteligensia buatan. Paling tidak pada saat sekarang ini ketika komputer dapat melakukan hal-hal yang diperlukan untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran cerdas atau melakukan hitungan-hitungan rumit, mereka juga mampu untuk mengomunikasikannya kepada kita dengan baik.
Ditulis oleh: Jamie Condliffe
Tulisan asli: Face of a Robot, Voice of an Angel?
Diterjemahkan oleh: Waldst
9 Hal yang Orang-orang Produktif Lakukan Setiap Hari
Dilansir dari entrepreneur.com.
Entrepreneur.com Saya akui, saya tidak selalu menjadi orang yang paling produktif. Ada saat-saat dalam hidup saya di mana kebiasaan-kebiasaan buruk sering saya lakukan dan meskipun saya pikir saya telah menyelesaikan banyak hal, namun itu seperti satu langkah maju dan dua langkah mundur. Meskipun saya masih melakukan hal-hal yang baik dan mencapai tujuan-tujuan saya, saya tidak menyadari bahwa saya belum melakukannya dengan potensi maksimal yang saya miliki.
Untungnya, ada orang-orang yang sangat produktif dan telah mencapai kesuksesan berada di sekeliling saya. Setelah meluangkan waktu mengamati teman saya bekerja dalam sehari, saya melihat bahwa dia luar biasa fokus dan memiliki kebiasaan-kebiasaan yang sangat berbeda dengan saya. Saya belajar banyak darinya dalam waktu hanya beberapa jam yang mana hal itu mengubah kebiasaan-kebiasaan saya seluruhnya.
Yang ingin saya katakan adalah orang-orang yang sangat produktif tidak menjadi seperti itu karena kebetulan. Mereka melakukan sesuatu dengan tujuan untuk memaksimalkan setiap menit dari setiap hari. Coba beberapa kebiasaan-kebiasaan ini dan saya yakin Anda akan melihat lonjakan produktifitas Anda.
1. Fokus pada satu hal pada satu waktu.
Meskipun multitasking sepertinya merupakan ide bagus karena akan sangat membantu Anda dalam melakukan banyak hal dalam satu waktu, multitasking sebenarnya dapat membatasi produktifitas Anda dan kualitas pekerjaan yang Anda lakukan. Orang-orang yang produktif mencurahkan semua waktu dan energi mereka pada satu pekerjaan, biasanya hal yang tertera pada daftar to-do merekalah yang akan mendorong mereka menuju kesuksesan.
2. Singkirkan gangguan.
Fokus pada satu hal dalam satu waktu tidak akan berhasil jika ponsel Anda menginterupsi Anda secara konsisten dengan pesan pribadi atau skor pertandingan bola terbaru, sehingga orang-orang yang produktif memberikan diri mereka hadiah berupa momen dengan menyingkirkan gangguan-gangguan dari sekitar sesegera mungkin. Saya menyukai pengaturan mode malam dalam iPhone saya, yang dapat diatur untuk membolehkan panggilan telepon dari orang-orang favorit -seperti isteri saya- untuk berdering dalam keadaan mendesak.
3. Antisipasi halangan di waktu yang akan datang.
Orang-orang yang sangat produktif mempertimbangkan apa yang akan mereka perlukan di waktu yang akan datang dan mempersiapkan sebelumnya. Sebagai contoh, apakah Anda mengatur cerek kopi Anda pada sebuah timer pada malam sebelumnya, atau mengambil pakaian (laundry) Anda sebelum Anda membutuhkannya? Memikirkan beberapa jam, bahkan beberapa hari ke depan akan mengurangi stres/beban yang akan Anda alami di waktu yang akan datang dan Anda akan menjadi lebih produktif saat Anda tidak harus membuang-buang waktu untuk mencari, memperbaiki, dan melakukan hal-hal lain pada saat Anda membutuhkan hal-hal tersebut.
4. Seimbangkan antara urusan rumah dan pekerjaan.
Rahasia dari produktivitas yang sesungguhnya bukanlah fokus semata-mata pada pekerjaan. Entah pekerjaan Anda itu adalah passion Anda atau bukan, menyeimbangkan hubungan pribadi Anda dan waktu Anda di kantor adalah integral untuk menjadi produktif. Meluangkan waktu untuk keluarga, teman-teman, olahraga, dan relaksasi, sehingga Anda dapat menikmati buah dari keras Anda dan menghindarkan Anda dari stress.
5. Periksa kontak masuk Anda pada waktu yang ditentukan.
Menjawab email kapanpun mereka datang adalah hal yang mengganggu dan memecah fokus Anda. Orang-orang yang produktif tahu bahwa mereka tidak akan menyelesaikan banyak hal jika mereka berada pada aba-aba dan panggilan dari orang lain atau apapun yang menyita perhatian mereka. Alih-alih terus memeriksa kotak masuk Anda, periksa email Anda dua atau tiga kali sehari, maksimal. Aturlah waktu kapan Anda harus membalas dan pisahkan antara yang memerlukan perhatian segera dan yang dapat menunggu.
6. Hindari pertemuan yang tidak perlu.
Sebagian besar pertemuan/meeting tidak memiliki sasaran yang jelas dan membuang-buang waktu. Sering kali orang yang diundang tidak begitu diperlukan dan semua informasi dapat diberikan dalam beberapa email atau memo. Jika Anda harus menyelenggarakan pertemuan, buatlah agenda sebelumnya dan tunjuklah moderator yang dapat menjaga agar setiap orang bekerja pada tugasnya masing-masing. Kalau tidak, gunakan salah satu dari banyak aplikasi-aplikasi kolaborasi yang tersedia, seperti Yammer, Podio, Basecamp, atau Asana.
7. Katakan “Ya” secara hemat.
Orang yang produktif mengetahui 2 hal. Satu, waktu itu premium. Semakin banyak hal yang mereka mulai, semakin besar kemungkinan bahwa secara fisik tidak mungkin untuk menyelesaikan hal-hal tersebut. Dua, kebijaksanaan adalah bagian yang lebih baik dari keberanian. Artinya, jika Anda akan melakukan hal dengan berani, memilih jalan Anda dengan hati-hati adalah hal yang sangat penting. Jangan mengatakan “Ya” karena khawatir bahwa tidak ada hal lain yang akan terjadi, dan mengatakan “Tidak” kerap kali.
8. Delegasikan sebanyak mungkin.
Mendelegasikan adalah saudara kembar dari mengatakan “Ya” secara hemat. Membebaskan kendali dan mendelegasikan secara efisien adalah trik yang luar biasa dari orang-orang produktif. Kadang kala Anda ingin mengatakan “Ya” namun Anda tidak memiliki waktu untuk hal tersebut. Manfaatkan satu dari banyak cara yang ada untuk menemukan seseorang untuk melakukan hal-hal yang secara fisik tidak dapat Anda lakukan sendiri. Dari mengatur sebuah tim hingga mengambil pakaian (laundry) Anda. Anda tidak harus melakukan semuanya sendiri.
9. Pelihara diri Anda dengan rutinitas pagi.
Orang-orang yang paling produktif di dunia memiliki suatu kumpulan rutinitas pagi yang membuat mereka siap untuk menjalani hari, seperti kopi, air hangat, yoga, dan menulis daftar prioritas. Namun hal ini dapat berupa apapun yang dapat mengarahkan pikiran dan tubuh Anda pada produktifitas dalam menjalani hari. Rutinitas menjadi kebiasaan dan kebiasaan yang baik menjaga Anda tetap sehat, penuh semangat, dan siap untuk apapun.
Tulisan asli: 9 Things Ridiculously Productive People Do Every Day
Ditulis oleh: Murray Newlands
Diterjemahkan oleh: Waldst
Kecepatan Cahaya atau Kelajuan Cahaya?
Dalam rumus E=mc², c adalah suatu besaran yang memiliki nilai konstan yaitu ≈ 3.00×108 m/s. Menurut teman-teman, manakah istilah yang lebih tepat untuk mendeskripsikan c tersebut? Kecepatan cahaya atau kelajuan cahaya? Saya sendiri lebih sering mendengar istilah yang pertama daripada yang kedua. Begitu juga saat saya coba mencari kedua istilah tersebut di Google. Saat kita mengetikkan “kecepatan cahaya” akan ada sebanyak 1.670.000 hasil, kemudian kalau kita coba mengetikkan kata kunci yang kedua “kelajuan cahaya” ternyata hasil yang ditemukan hanya sekitar 184.000, kira-kira 1/10 dari istilah yang pertama. Ini mengindikasikan bahwa istilah “kecepatan cahaya” cenderung lebih populer dan diterima oleh masyarakat.
Untuk mengetahui istilah mana sebenarnya yang benar, kita tentu perlu berurusan dulu dengan perbedaan antara kecepatan dan kelajuan. Seperti yang kita ketahui, kecepatan (velocity) adalah perbandingan antara jarak dengan waktu tempuh suatu benda yang memiliki arah. Sedangkan kelajuan (speed) adalah kecepatan yang tidak memiliki arah tertentu.
Lalu apa bedanya kecepatan dengan kelajuan cahaya? Mari kita bermain dengan perumpamaan. Bayangkan kita ada di dalam pesawat jet dalam perjalanan dari New York mau ke Purwokerto. Nah kebetulan di dalam pesawat jet tersebut terdapat satu lapangan bulu tangkis. Untuk menghindari rasa bosan dalam pesawat karena tak kunjung sampai, teman-teman menantang saya untuk bermain, ya otomatis saya ladeni. Posisi saya ada di depan (dekat pilot) dan posisi teman-teman ada di belakang. Saat pesawat jet melaju dalam kecepatan konstan (terserah mau 2.500 km/jam, mau 3.000 km/jam atau whatever yang penting konstan), maka kita akan merasakan seperti bermain di lapangan biasa di daratan. Namun saat pesawat jet melambat karena mau transit di Dubai, maka teman-teman akan mendapat lebih banyak poin karena walaupun kelajuan kok (relatif) tetap sama namun kecepatan bola/kok (relatif) berubah menjadi lebih cepat ke arah saya . Selama transit kita tetap lanjut main nih, malah saat pesawat sudah mau terbang lagi pun kita masih main. Nah, ketika pesawat mulai memacu kecepatan dari 0 menjadi 3.000 km/jam, giliran saya yang mendapat lebih banyak poin karena walaupun kelajuan kok (relatif) sama seperti sebelumnya namun kecepatan kok (relatif) berubah menjadi lebih cepat ke arah teman-teman.
Ini hampir sama seperti saat teman-teman sedang melakukan perjalanan dengan kereta kemudian teman-teman mencoba menuangkan kopi ke dalam cangkir di pangkuan teman-teman. Saat kereta berhenti atau berjalan pada kecepatan berapapun asal konstan, teman-teman tidak akan mengalami kesulitan dalam menuangkannya. Namun saat kereta tiba-tiba melambat dari yang tadinya pada kecepatan yang sangat tinggi menjadi lambat, kopi akan tumpah ke arah lantai di depan teman-teman. Begitu juga saat kereta tiba-tiba memacu kecepatannya menjadi kecepatan maksimal dari yang tadinya lambat, maka kopi akan tumpah ke arah baju / perut teman-temen.
Dari contoh-contoh tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa kecepatan cahaya kurang tepat dipakai sebagai istilah untuk mewakili nilai konstanta c atau seberapa cepat cahaya itu bergerak, karena kecepatan cahaya (velocity of light) akan konstan hanya pada kondisi kerangka inersia (keadaan konstan) dan akan selalu berubah-ubah pada kerangka inersia spesial (keadaan tidak konstan). Sedangkan kelajuan cahaya (speed of light) akan selalu konstan bagaimanapun kondisi yang dilewati.
Sehingga istilah yang tepat untuk menggambarkan konstanta c (≈ 3.00×108 m/s) adalah kelajuan cahaya.
Kasus Kata: notabene
Ketika pertama kali mendengar kata “notabene”, selain bingung dengan arti sebenarnya (meskipun dapat menebak-nebak karena sering menjumpai), saya juga bingung dengan bagaimana cara penggunaannya dalam kalimat. Mari perhatikan kedua kelompok kalimat berikut:
1a. Susi yang notabenenya lulusan SMP dapat menjadi menteri dan menginspirasi banyak orang.
1b. Albert merasa kesepian walau dia berada di Time Square yang notabenenya merupakan tempat teramai di Amerika Serikat.
1c. Salju muncul di Puncak Jaya Wijaya yang notabenenya terletak di dekat Khatulistiwa.
dan
2a. Susi yang notabene lulusan SMP dapat menjadi menteri dan menginspirasi banyak orang.
2b. Albert merasa kesepian walau dia berada di Time Square yang notabene adalah tempat teramai di Amerika Serikat.
2c. Salju muncul di Puncak Jaya Wijaya yang notabene terletak di dekat Khatulistiwa.
Pada awalnya saya cenderung setuju untuk menggunakan kelompok kalimat 1 karena lebih terdengar pas di telinga dan masuk akal (menurut saya saat itu). Namun setelah saya tahu bahwa cara penggunaan yang benar adalah kelompok kalimat 2 dan memahami bahwa “notabene” dapat diartikan sebagai “dengan catatan” atau “perlu diketahui”, maka saya secara total berubah pikiran. Karena akan aneh jika kata “notabene” itu diganti dengan padanannya seperti berikut:
1a. Susi yang perlu diketahuinya lulusan SMP dapat menjadi menteri dan menginspirasi banyak orang.
1b. Albert merasa kesepian walau dia berada di Time Square yang perlu diketahuinya merupakan tempat teramai di Amerika Serikat.
1c. Salju muncul di Puncak Jaya Wijaya yang dengan catatannya terletak di dekat Khatulistiwa.
Bandingkan dengan yang berikut ini:
2a. Susi yang perlu diketahui lulusan SMP dapat menjadi menteri dan menginspirasi banyak orang.
2b. Albert merasa kesepian walau dia berada di Time Square yang perlu diketahui adalah tempat teramai di Amerika Serikat.
2c. Salju muncul di Puncak Jaya Wijaya yang dengan catatan terletak di dekat Khatulistiwa.
Dari sini dapat kita simpulkan manakah cara penggunaan kata “notabene” yang benar, yaitu cara penggunaan pada kelompok 2.
Kasus Terselesaikan