Month: June 2016

Kasus Kata: notabene

by

Ketika pertama kali mendengar kata “notabene”, selain bingung dengan arti sebenarnya (meskipun dapat menebak-nebak karena sering menjumpai), saya juga bingung dengan bagaimana cara penggunaannya dalam kalimat. Mari perhatikan kedua kelompok kalimat berikut:

1a. Susi yang notabenenya lulusan SMP dapat menjadi menteri dan menginspirasi banyak orang.

1b. Albert merasa kesepian walau dia berada di Time Square yang notabenenya merupakan tempat teramai di Amerika Serikat.

1c. Salju muncul di Puncak Jaya Wijaya yang notabenenya terletak di dekat Khatulistiwa.

dan

2a. Susi yang notabene lulusan SMP dapat menjadi menteri dan menginspirasi banyak orang.

2b. Albert merasa kesepian walau dia berada di Time Square yang notabene adalah tempat teramai di Amerika Serikat.

2c. Salju muncul di Puncak Jaya Wijaya yang notabene terletak di dekat Khatulistiwa.

Pada awalnya saya cenderung setuju untuk menggunakan kelompok kalimat 1 karena lebih terdengar pas di telinga dan masuk akal (menurut saya saat itu). Namun setelah saya tahu bahwa cara penggunaan yang benar adalah kelompok kalimat 2 dan memahami bahwa “notabene” dapat diartikan sebagai “dengan catatan” atau “perlu diketahui”, maka saya secara total berubah pikiran. Karena akan aneh jika kata “notabene” itu diganti dengan padanannya seperti berikut:

1a. Susi yang perlu diketahuinya lulusan SMP dapat menjadi menteri dan menginspirasi banyak orang.

1b. Albert merasa kesepian walau dia berada di Time Square yang perlu diketahuinya merupakan tempat teramai di Amerika Serikat.

1c. Salju muncul di Puncak Jaya Wijaya yang dengan catatannya terletak di dekat Khatulistiwa.

Bandingkan dengan yang berikut ini:

2a. Susi yang perlu diketahui lulusan SMP dapat menjadi menteri dan menginspirasi banyak orang.

2b. Albert merasa kesepian walau dia berada di Time Square yang perlu diketahui adalah tempat teramai di Amerika Serikat.

2c. Salju muncul di Puncak Jaya Wijaya yang dengan catatan terletak di dekat Khatulistiwa.

Dari sini dapat kita simpulkan manakah cara penggunaan kata “notabene” yang benar, yaitu cara penggunaan pada kelompok 2.

Kasus Terselesaikan

Life As A Student

by

What’s up guys! This time I want to share a little story with you about life as an Indonesian college student. Well, currently I am a student at a university in Yogyakarta. I will not tell you about my major or my university or something like that, maybe next time. What I want to share with you is about the behavior of people in my university (I am pretty sure in other universities are so) including students, lecturers and all academic staffs. I am not really sure if this is behavior or not. It may be the system that is wrong which makes such “strange” behavior.

Almost every student that I see -including me- just get to the class and sit far behind (so we can even sleep during the class). Then our teacher just read what is written in the screen (read: ppt) all the time and there will be a student (a diligent one) who writes it down on her/his (normally her) note, then everyone else will copy it on the day before exam. Interestingly, the exam itself has been designed by our teacher and she/he gives the design (we call it kisi-kisi) to us so we can study (literally memorize) just what will be questioned in the exam without comprehending the lesson.  We just do such things every time  and eventually we don’t even learn anything (ok forgive me, may be a little). Is it not amazing?

Ok. In one hand, such a condition can save more time and more energy because we don’t need to study so many things (which is exhausting if we use the current system) to graduate from a college. But in the other hand we (student) are robbed. Our rights are robbed. Right of understanding the concepts, right of acquiring new skills, right of joy of learning, right of having unlimited curiosity, and after all right of not to be treated as if we were not human being.

This post is inspired by Prof. Suwardjono. He said that students should be courageous in learning something new, miss the class and never be patient waiting for the next class. But the reality is: students in the class just come, sit, hear (not listen), hope class will end soon, do not think, never even learn, just copy friend’s note and make it as the only source of knowledge, and pray that there will be no class the next day. He even made epithets for the college graduates from time to time, which are Sarjana Diktat (Bachelor of Dictate),  Sarjana Fotokopi (Bachelor of Photocopy), Sarjana Powerpoint (Bachelor of Powerpoint). Those epithets represent how the graduates attain the material (memorize to answer the question in exam) and use it as the only source of knowledge, instead of reading and understanding the book of reference, journal, etc. And by doing such things they become bachelors, yeah SARJANA.  And all these kinds of graduates are occupying so many crucial positions in this nation. Can you imagine how would this nation be like?

Persepsi Terhadap Seseorang

by

Jika persepsi diibaratkan sebagai P dan waktu sebagai t, maka persepsi kita terhadap seseorang dapat diketahui dengan rumus:

Persepsi = dP/dt

Persepsi datang dari pikiran kita saat mengamati apa yang seseorang perbuat. Semakin lama kita mengenal seseorang, kita cenderung akan membuat lebih banyak persepsi mengenai orang tersebut dan otak kita akan bekerja dan menggambarkan kepada kita seperti apa sebenarnya orang tersebut. Kerja otak ini tidak akan pernah selesai dalam mengolah persepsi tersebut hingga orang tersebut benar-benar menghilang dari kehidupan kita dan pada akhirnya otak kita akan memberikan persepsi simpulan mengenai orang tersebut.