Menilik Sejarah Lahirnya RSUP Dr. Sardjito
Herman Setyawan
RSUP, Cita-cita Sang Rektor
Prof. Dr. Sardjito, pendidik dan tokoh
kesehatan, sekaligus Rektor Universitas
Gadjah Mada, memiliki cita-cita luhur, yaitu
didirikannya rumah sakit pemerintah yang
terpusat di Yogyakarta. Gagasan itu muncul
sejak tahun 1954. Saat itu, rumah sakit
pemerintah masih terpencar-pencar, yaitu di
Pugeran, Mangkubumen, Jenggotan, dan ada
lagi yang di Loji Kecil. Hal ini membuat
terpencarnya praktik mahasiswa kedokteran.
Cita-cita tersebut mendapat dukungan DPRD DIY. Pada tahun 1960,
DPRD mengusulkan kepada pemerintah untuk mendirikan rumah sakit.
Meskipun usulnya diterima, namun realisasinya masih tersendat, karena
kondisi keuangan negara yang tidak stabil. Barulah pada akhir tahun 1969,
gagasan itu dapat terwujud. Rumah sakit yang direncanakan mulai
dibangun pada tahun 1970. Namun, sungguh disayangkan pada tahun
tersebut Prof. Dr. Sadjito meninggal dunia. Oleh sebab itu, untuk
mengenang jasa-jasa beliau, rumah sakit itu diberi nama RSUP Dr. Sardjito.
Dari Pingit ke Sekip
Pada awalnya, RSUP Dr. Sardjito akan dibangun di Pingit, 700 meter
sebelah barat Tugu Yogyakarta. Segala persiapan telah dimulai, bahkan
tanah dan beberapa bagian dari alat-alat pembangunan sudah siap
dikerjakan. Namun, pemerintah saat itu tiba-tiba mempunyai pemikiran
Telisik
23
lain. Setelah ditinjau kembali, ternyata tempat yang akan digunakan untuk
membangun rumah sakit ini kurang memadai.
Pendapat ini didukung oleh pimpinan universitas. Setelah diadakan
pembicaraan antara Menkes dan Mendikbud pada akhir tahun 1969,
akhirnya disepakati lokasi pembangunan dipindahkan ke kompleks
Universitas Gadjah Mada, yaitu di Sekip, sebelah timur Kali Code.
Awal Pembangunan
RSUP Dr. Sardjito dibangun sejak tahun 1970, di atas tanah seluas
8,2 Ha, berdasar SK Menteri Kesehatan RI No.126-VI-Kab-B.VIII-74 tanggal
13 Juni 1974. Luas bangunan waktu itu adalah 60.378,60 meter persegi.
Menurut Pimpinan Proyek Prof. Dr. Ismangoen, pembangunan dilakukan
dalam empat periode:
– Periode pertama (1970-1974), anggaran keuangan berasal dari DIP
Departemen Kesehatan. Dalam periode ini, pembangunan meliputi
gedung sinar X, poliklinik, farmasi, laboratorium kimia, unit
emergency, dan sebagian ruang bedah sentral.
– Periode kedua (1974-1975), biaya berasal dari sumbangan PN
Pertamina. Biaya ini digunakan untuk melanjutkan pembangunan
periode pertama.
– Periode ketiga (1976-1977), pembiayaan kembali ditangani oleh
Departemen Kesehatan RI. Adapun pelaksanaan pembangunan
periode ini merupakan lanjutan pada pembangunan periode
sebelumnya.
– Periode keempat (1977-1981), pembiayaan berasal dari bantuan
presiden. Bantuan yang diterima meliputi perawatan rawat inap,
gedung unit kesehatan anak, serta tiga buah lift.
24
Gedung RSUP Dr. Sardjito dibangun empat lantai. Lantai dasar
digunakan untuk ruang ICU dan ICCU serta poliklinik kebidanan,
kandungan, dan jiwa. Lantai dua digunakan untuk poliklinik penyakit dalam,
bedah, dan kandungan. Lantai tiga digunakan poliklinik bedah dan penyakit
dalam, sedangkan lantai empat untuk poliklinik mata, syaraf, kulit kelamin,
dan THT. Untuk menghubungkan antar lantai, Presiden Soeharto waktu itu
menyumbangkan tiga buah lift. Selain itu, telah dibangun beberapa
bangunan yang difungsikan untuk keperluan lainnya.
Peresmian RSUP Dr. Sardjito
RSUP Dr. Sardjito diresmikan oleh Presiden RI Soeharto pada tanggal
8 Februari 1982. Peresmian tersebut dihadiri oleh Menteri Kesehatan RI,
Menteri P dan K, Wakil Gubernur DIY, Pangkowilhan II, Pangdam VII
Diponegoro, Ny. Sardjito, serta pejabat sipil militer lainnya. Pada
kesempatan tersebut, Presiden Soeharto menandatangani prasasti dan
sekaligus membuka selubung patung Prof. Dr. Sardjito yang diletakkan di
depan pintu utama rumah sakit.
Gedung RS. Dr. Sardjito, 1974
Koleksi Arsip UGM (AF1/IP.IG/1974-20A)
25
Sampai dengan diresmikannya, pembangunan RSUP Dr. Sardjito
menelan biaya sekitar 12 miliar rupiah plus DM 5.628.507,15. Dana
tersebut berasal dari DIP Departemen Kesehatan Rp. 5,936 miliar, PN
Pertamina Rp. 3,4 miliar, dana bantuan presiden Rp. 1,620 miliar, Crash
Program Rp. 2,653 miliar, dan bantuan luar negeri sebesar DM
5.628.507,15.
Rumah sakit dilengkapi dengan 650 tempat tidur, terdiri dari 500
tempat tidur dewasa, 100 tempat tidur anak, dan 50 tempat tidur bayi.
Disamping itu, terdapat 14 poliklinik, yaitu: umum, darurat, gawat,
penyakit dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, kesehatan anak,
bedah, penyakit syaraf, THT, mata, kulit dan kelamin, gigi dan mulut,
radiografi, dan alergi (poli terpadu THT, penyakit dalam, dan kulit-kelamin).
Untuk melayani rawat inap, rumah sakit didukung 176 dokter, 92 dokter
ahli, 10 dokter gigi, 8 apoteker, 519 paramedis, 52 paramedis non
perawatan, dan 428 tenaga non medis.
Dengan kelengkapan seperti tersebut di atas, RSUP Dr. Sardjito
termasuk rumah sakit tipe B (tipe B: minimal 400 tempat tidur). Saat itu
baru ada 12 rumah sakit tipe B di Indonesia, sedangkan rumah sakit tipe A
barulah RS Cipto Mangunkusumo di Jakarta. Dalam tugas pelayanan
Presiden RI Soeharto bersama Wagub DIY Sri Pakualam VIII, Menteri P & K
Dr. Daoed Joesoef, dan Menkes Dr. Soewardjono saat peresmian
(
26
kepada masyarakat, rumah sakit ini menjadi rujukan untuk wilayah DIY dan
Jawa Tengah bagian selatan.
Peningkatan Kualitas Pendidikan Kedokteran UGM
Selain sebagai pusat layanan kesehatan, berdirinya RSUP Dr. Sadjito
juga digunakan sebagai tempat praktik calon dokter di Universitas Gadjah
Mada. Dengan adanya RSUP Dr. Sardjito, pelaksanaan praktik dapat
dilakukan di satu tempat. Selain itu, hubungan antara Fakultas Kedokteran
UGM dengan rumah sakit menjadi lebih baik. Rumah sakit ini didukung
dengan peralatan yang cukup modern, sehingga memungkinkan untuk
dapat menelurkan tenaga ahli bidang kedokteran.
Rumah Sakit Pendidikan
Sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai rumah sakit pendidikan
(RSP), RSUP Dr. Sardjito akan berperan serta secara aktif dengan selalu
memperhatikan keterkaitan dengan Fakultas Kedokteran UGM dalam
mengembangkan program pendidikan pada umumnya dan program
pendidikan kedokteran, keperawatan, dan kesehatan pada khususnya.
RSUP Dr. Sardjito akan mendukung setiap pengembangan pendidikan
kedokteran, keperawatan, dan kesehatan di RSUP Dr. Sardjito. Hal ini
sebagaimana tertuang dalam Pasal 31 Surat Keputusan Bersama Direktur
RSUP Dr. Sardjito dan Dekan Fakultas Kedokteran UGM Nomor:
HK.00.04.0986 dan Nomor: UGM/KU/469/C/03/03 tanggal 8 Februari 1999
tentang Kerjasama RSUP Dr. Sardjito dan Fakultas Kedokteran UGM.
Untuk lebih memantapkan dan meneguhkan RSUP Dr. Sardjito
sebagai RSP, telah ditandatangani MoU antara UGM dan Depkes RI. MoU
tersebut ditandatangani oleh Rektor UGM Prof. Dr. Sofian Effendi dan
Dirjen Bina Pelayanan Medik Depkes Farid W Husain pada tanggal 26
Desember 2006.
27
Dijelaskan oleh Dekan Fakultas Kedokteran saat itu, Dr. Hendyanto
Soebono, Sp.KK (K), MoU tersebut meneguhkan RSUP Dr. Sardjito sebagai
rumah sakit pendidikan. Dengan kesepahaman ini, maka kemajuan RSUP
Dr. Sadjito berada di pundak UGM. Dalam hal ini, UGM berfungsi sebagai
user (pengguna utama). Aset rumah sakit tetaplah milik pemerintah,
namun pengelolaan sepenuhnya menjadi tanggung jawab UGM.
Referensi:
1. AS5/PA.BK/6 (Berita Kagama, Edisi Januari-Februari 1982)
2. AS2/OA.SK.06/50 (SKB Direktur RSUP Dr. Sardjito dan Dekan
Fakultas Kedokteran UGM Nomor: HK.00.04.0986 dan Nomor:
UGM/KU/469/C/03/03 tanggal 8 Februari 1999 tentang Kerjasama
RSUP Dr. Sardjito dan Fakultas Kedokteran UGM)
3. AS/PA.KU/48 (Kabar UGM No 64/Tahun IV/ 6 Februari 2007)
4. AF1/IP.IG/1974-20A (foto Gedung RSUP Dr. Sardjito tahun 1974)